Tuesday, September 22, 2009

Malaikat Tak bersayap (part V)

@ @ @

Dua bulan kemudian,,,
Radit terlihat berdiri di sebuah cermin besar di ruang ganti cowok pagi ini. Baju basket biru dongkernya terlihat pas sekali di badan cowok tegap itu. Radit lalu tersenyum dan merapikan sisi sisi T- Shirt di dalam baju olah raganya agar terlihat lebih keren. “Ya elah bro.. udah keren kok.. yuk keluar, 10 menit lagi pertandingan mulai nih..” ajak Seno, teman 1 regunya. Raditya hanya tersenyum lalu menangguk. Sebelum keluar ruangan, ketua dari tim basketnya mengajak Raditya dan teman temannya untuk berdoa terlebih dahulu. Allah kan memang maha penolong dari segala galanya, begitu pikir Radit dan teman temannya.
Radit dan beberapa teman 1 regunya mulai memasuki stadion. Riuh suara penonton mulai menyambut mereka. Dentingan suara botol yang saling di tubrukkan satu dan yang lainnya juga tak kalah nyaring terdengar. Radit mulai melihat lihat ke arah sekeliling. Berharap menemukan sesosok malaikat yang ia tunggu tunggu di bangku penonton itu. Seorang malaikat yang sudah berjanji padanya 4 bulan yang lalu untuk kembali lagi padanya. Ya.. Arneta-lah yang ia tunggu..Tapi hal itu sepertinya sia sia. Tak ada seulas pun senyum Arneta di sana. Senyum tertulus yang selalu ia temukan di wajah cewek mungil itu.
Raditya melanjutkan jalannya dan mulai membentuk lingkaran bersama timnya. Sebuah teriakan memulai pertandingan yang sepertinya akan berlangsung seru itu. Menit demi menit terus berlalu. Tim Radit melalui semuanya dengan mudah. Raditya memang mengambil peran yang cukup besar atas keberhasilan itu.
Istirahatpun tiba. Babak terakhir sudah menunggu beberapa menit lagi. Kemenangan sudah di depan mata. Radit meneguk minumannya. Sebotol penuh air mineral ia tenggak dengan cepat. Terlihat sekali wajah kelelahan di muka cowok itu. Bola mata Radit tetap melihat kea rah sekeliling. Berharap menemukan.. “Arneta.. ” desis Raditya tak yakin. Karena entah mengkhayal atau tidak, ia melihat sosok Arneta di bangku depan. Tapi, ia tidak terlalu yakin. Karena cewek yang mirip Arneta itu sedang duduk di kursi roda. “Arneta kan jauh jauh ke Amerika buat berobat.. mustahil kalo dia pulang malah make kursi roda gitu..” begitu pikir Radit. Belum lagi wajah cewek itu yang pucat.
Radit terus memikirkan hal itu hingga saat pertandingan usai. Hampir saja timnya kalah karena permainan Radit yang mulai kacau di detik detik terakhir. Untungnya hal itu tidak terjadi.
Selesai permainan, Raditya langsung berlari menuju cewek yang menurutnya adalah Arneta. Raditya kini berdiri tepat di depan kursi roda cewek itu. Napas cowok itu masih terlalu belingsatan untuk memulai pembicaraan, tepatnya untuk mengetahui apakah cewek itu betul betul Arneta.
Kebenaran segera terungkap saat cewek itu tiba tiba memeluknya. Pelukan terhangat yang Radit inginkan semenjak beberapa bulan yang lalu. Cewek yang ternyata betul betul Arneta itu tidak berbicara apa apa. Begitu juga Raditya. Tubuhnya masih terlalu enggan untuk melepas kehangatan dari seseorang yang sangat ia rindukan melebihi apapun yang ia inginkan sekarang.

@ @ @

Arneta sudah terlelap di sampingnya sekarang. Terbalut selimut hangat, cewek ini nampak seperti malaikat. Kulit putihnya, dan bibir mungilnya, membuat Radit ingin terus memandanginya.
Semakin dalam pandangan Radit, semakin itu juga hatinya tercabik. Sebuah berita buruk terucap dari mulut ibunda Arnet. Bundanya bilang, sudah semenjak 1 bulan yang lalu Arnet tidak bisa berbicara lagi. Ternyata, virus itu bahkan belum menghilang dari tubuh Arnet. Sekarang virus terkutuk itu malah sudah menggerogoti saraf pembicaranya. Arnet sepertinya terlihat jauh berubah di pandangan Radit. Tak terlihat lagi semangat yang berkobar kobar seperti yang selalu tampak di wajahnya. Wajah Arnet yang terlihat lebih pucat membuat Radit tidak tega melihatnya.

@ @ @

“elo liat ya Net.. gue bakal masukin bola ini buat lo..” kata Radit pada cewek yang ada di hadapannya. Terbalut t-shirt putih dan celana jins selutut, Arneta terlihat nyaman di atas kursi rodanya. Arnet memang terlebih dahulu lumpuh sebelum penyakitnya merenggut suaranya. Meskipun Arnet masih bisa berbicara 1 atau 2 kata, tapi omongannya terlalu terpatah patah untuk jelas terdengar.
Arneta hanya mengangguk lalu tersenyum. Ditangannya ada sebuah pulpen dan buku tulis yang memudahkannya untuk menyampaikan sesuatu. “Cape ah gue.. abis ga ada lawannya sih..” ucap Radit sembari mengambil posisi tepat di samping Arnet. “Net,, besok sore nonton pertandingan gue di lapangan deket sekolah yaa..” ucapnya lagi. Arnet mengangguk dan menulis sesuatu di bukunya. “Dit.. loe ngga usah nepatin janji loe buat gue”. “Janji apa sih ??” tanya cowok itu lembut. “Janji buat ngajarin gue basket. ..Guekan udah lumpuh Dit. Boro boro bisa jalan. Ngomong aja udah susah..”.
Cewek manis itu tiba tiba saja menangis. Radit langsung spontan memeluknya. Entah kenapa Radit seolah bisa merasakan apa yang Arnet rasakan. Radit berbisik halus di telinga Arnet. “Net, virus itu mungkin bisa ngembil semua yang loe punya. Kaki loe, suara loe, tapi engga untuk semangat loe,,inget Net, elo yang berhasil bikin gue balik lagi kayak gini..selama loe masih punya mata untuk ngeliat gue ada di deket loe, loe mesti percaya, gue akan selalu ada buat loe..” ucapnya. Tangis cewk itu semakin meledak. “Ma-ka-sih” terdengar sayup sayup suara Arnet yang pelan sekali.

@ @ @

Meskipun keadaan sudah terlalu buruk bagi Arnet sekarang, Radit masih bersyukur karena paling tidak ia masih bisa melihat cewek itu. Ya Tuhan.. kenapa semua terasa begitu buruk sekarang ? pertanyaan itu selalu muncul di benaknya.
“Dit..1 bulan lagi kita tanding sama SMA Nusantara loh.. gila ! ! ! gue udah menggebu gebu banget nih, pengen tanding sama mereka..” ucap Dion terlihat bersemangat. Radit hanya mengangguk. Jangankan untuk konsen ke pertandingan. Pikirannya akhir akhir ini sudah terlalu tercurah untuk Arneta. Untuk kesembuhannya.
Tiba tiba ponselnya bergetar. Raditya terlihat mengangkat telepon yang masuk itu. Entah dari siapa. Tapi wajahnya seketika berubah menjadi pucat. Ia mengangguk dan lansung mengambil kunci mobil di tasnya. Tanpa berbicara apapun pada Dion, Radit langsung tancap gas.

@ @ @

Lorong di rumah sakit Harapan Kita terlihat begitu lengang. Entah sudah berapa bulan Radit tidak mengInjakkan kakinya lagi di sini. Seorang perempuan setengah baya yang ternyata adaah ibunda Arneta, menghampirinya. “Nak Radit..” ucapnya sedikit ragu. “Iya tante.. ini saya Radit. Gimana keadaan Arnet, tante ?? dia ngga papa kan ??” tanya Radit cemas. “Tadi malam setelah makan, ngga tau kenapa Arnet tiba tiba ambruk. Setelah di bawa kesini, keadaannya makin parah. Arnet.. Arnet.. dia.. dia..” ibunda Arnet terlihat sangat terpukul. Terlihat sekali aroma kesedihan yang mendalam di wajahnya. ‘Ya Tuhan.. Arneta, jangan jangan.. Tuhan,, tolong jangan ambil dia..’ berbagai pikiran buruk merasuki kepala cowok itu. “Arnet udah ngga bisa ngapa ngapain lagi nak Radit.. dia bahkan sudah ngga bisa merespon apapun yang kami katakan ke dia..”lanjut ibundanya lagi. “ma..maksudnya..?” tanya Radit beberapa detik setelah itu.

@ @ @

Ternyata keadaan sudah lebih buruk dari yang Radit pikirkan. Semuanya jelas terlihat saat cowok itu melihat Arneta langsung di tempat tidurnya. Terlihat beberapa buah selang berdiam di tubuhnya. Sebuah selang yang cukup besar terlihat ada di lubang mulutnya. Sedangkan selang yang ukurannya lebih kecil menempel di sekitar hidungnya. Seperti nya nafas cewek itu sangat bergantung dengan alat alat lain yang ada di samping tubuhnya. Mata lentiknya masih terbuka. Meskipun tatapannya kosong.
Radit mendekatinya dan duduk di atas kursi yang ada di samping tempat tidur Arneta. Cowok itu membelai lembut kepala Arneta. Tangan Raditya terlihat sangat bergemetar. Tangis yang sudah semenjak tadi berusaha ia tahan, akhirnya pecah juga. Air mata yang jarang sekali menetes dari mata cowok kuat itu, sekarang terlihat membanjiri pelupuk matanya. “Net.. kamu kenapa ??..” ucapnya dengan suara yang bergetar juga. Cewek itu tidak bergeming sedikitpun. Matanya tetap terlihat menerawang ke atas.

@ @ @

Sepertinya bukan hanya keluarga Arneta yang terlihat terpukul dengan kondisi Arnet sekarang. Radit malah terlihat lebih terpukul dibandingkan ibunda Arnet.
Sudah hampir satu bulan semejak kondisi Arnet memburuk. Arneta seperti mengalami koma panjang. Bedanya, mata cewek itu masih setia terbuka.
Siang ini, seusai pulang sekolah, Raditya kembali menjenguk Arnet. Ruangannya terlihat sepi. Bundanya memang sedang pulang ke rumah untuk mengambil beberapa baju ganti. Raditya menaruh tasnya, dan segera duduk di kursi yang di sediakan. “Net.. loe mesti tau kalo gue ngga pernah cape’ ngajak loe ngobrol.. ya.. meskipun sepi juga sih, ngobrol ngga di tanggepin gini.. hehehe lebih banyak dengki’nya..bercanda Net.. jangan ngambek ya..” Radit mencoba menghibur dirinya sendiri. Meskipun kesedihan selalu nampak di wajah cool nya. “Net.. permintaan gue satu satunya sekarang, cuma pengen banget loe balik lagi. Net, gue ngga tau apa loe bisa denger gue apa engga,, gue Cuma mau loe tau kalo gue sayang banget sama loe..” lanjutnya lagi.
Entah keajaiban apa yang terjadi. Arneta tiba tiba saja mengerdipkan mataya. Tangannya.. bergerak. Raditya yang panik sekaligus bahagia, segera bangkit dan bermaksud ingin memberitahu dokter. Tapi, tangan Arneta tiba tiba saja menyentuh tangannya. “Dit.. pli-s ja-ngan..”
“Net.. loe sadar ?? gue mau panggil dokter dulu ya ?? sebentar aja..
“Plis.. jangan..”
Radit benar benar bingung kali ini. Apa yang harus ia lakukan sekarang. Akhirnya ia putuskan untuk menelepon ibunda Arnet. Bundanya terlihat sangat bahagia. Akhirnya Arnet sadar. Terlebih dia tiba tiba saja mengingat semua orang yang di kenalnya. Kata kata yang terucap pun terdengar lebih jelas.
Saat Bundanya datang, Arnet meminta sesuatu. Ia ingin sekali di bawa pergi dari Rumah Sakit itu. Arnet meminta, agar Bundanya dan Radit, membawanya ke suatu tempat. Tempat yang dulu sering ia datangi saat usianya 7 tahun. Meskipun awalnya Rumah Sakit tidak mengizinkan, akhirnya Arnet dapat pergi juga. Karena, menurut dokter Rhicard, apapun yang dapat membantu kesembuhan Arneta sekarang, harus segera di lakukan.
Setelah kurang lebih 2 jam, mereka tiba juga. Sebuah danau yang lumayan besar terlihat di hadapan Arneta dan Raditya sekarang. Bunda dan kakak lelakinya hanya mengamati dari kejauhan. Arnet tergolek lemah di kursi rodanya. Tapi, kali ini dia tersenyum manis sekali. Wajahnya sudah tidak terlihat sepucat kemarin. Dia meraih tangan Raditya yang ada di sebelahnya. “Makasih ya” ucapnya pelan meskipun masih terbata bata. Raditya hanya mengangguk. Meskipun ia masih agak kaget dengan sesuatu yang baru saja terjadi. Kesadaran Arneta yang terjadi secepat ini, membuatnya merasa ada di dalam mimpi.
Arnet menulis sesuatu di bukunya.
Radit, tolong bantu gue berdiri.. gue pengen ngeliat Danau ini sampe keliatan ke ujungnya.
Radit segera membantu Arneta berdiri, meskipun, Raditya harus menopang tubuh cewek itu yang masih sangat lemah. Arneta langsung tersenyum dan tiba tiba saja memeluk Raditya. Meskipun kaget, Radit membalas pelukan cewek itu. Radit memeluknya dengan sangat erat. “aku sayang kamu..” ucap Radit berbisik lembut di telinga Arneta. “Aku juga. Makasih atas semuanya. Aku mau kamu baca diary aku..” jawab Arnet tak kalah pelan. Radit pun sempat terperangah mendengar ucapan Arneta yang tidak lagi terpatah patah. “Net.. aku seneng banget bisa liat kamu sembuh secepat ini.. terlebih, kamu udah tau kalo aku sayang banget sama kamu..dan..” ucapan Radit tiba tiba terhenti. Seolah tercekat di kerongkongan. Ia merasakan sesuatu yang janggal yang ia rasakan. Tak terdengar apapun dari tubuh yang kini ia topang. Tubuh Arnet terasa jauh lebih berat sekarang. Dan semuanya terlihat lebih jelas saat tangan halus yang tadi memeluk bahunya terjatuh, bersamaan dengan hilangnya keseimbangan cewek itu. Raditya terlihat kesulitan menopang dan ikut terjatuh.
Bundanya segera menghampiri mereka. Ya Tuhan… ada yang salah di sini. Cewek itu… Arneta.. semua orang sadar sekarang, kalau ternyata cewek itu tidak lagi bernafas. Nafas dan denyut nadi di tangannya tidak lagi dapat terasa.

@ @ @

Bunga bunga sudah selesai di tebarkan beberapa saat yang lalu. Tanah pemakaman pun belum sepi dari pelayat. Tangisan dan erangan Bunda tercintanya tidak pernah berhenti terdengar. Membuat hati Raditya semakin tercabik, entah seberapa dalam lagi.
Kepergian Arneta yang cukup aneh dan tiba tiba ini, membuat semua orang tidak siap. Kemarin, tiba tiba saja Arneta sadar, dan dapat berbicara. Ia pun meminta agar di antar ke Danau kenangannya dulu di masa kecilnya. Tepatnya, Danau tempat Nita, saudara kembarnya juga menghembuskan nafas terakhirnya. Dan kini hal itu terjadi lagi. Arnet sepertinya memang sangat menginginkan, agar danau tersebut benar benar menjadi kenangan bagi orang orang yang di cintainya.
Raditya masih belum bisa mempercayai ini semua. Arneta, cewek yang tiba tiba masuk ke hidupnya satu tahun lalu. Bidadari cantik itu, tiba tiba saja datang dan membuat semuanya terasa lebih baik. Dan sekarang, saat semuanya kembali, bagai seorang malaikat yang di tugaskan, diapun harus kembali karena tugasnya sudah selesai.
Tapi, Arneta memang bukan malaikat. Tuhan mengirimkan Arneta untuk menyadarkannya bahwa hidup masih terus berlanjut selagi jantungnya masih tetap berdenyut. Sebuah buku diary cantik terlihat Raditya pegang. Cowok itupun membuka dan mulai membacanya.

Selasa, 28 April 2007

Entah kenapa..
Aku mulai takut akan kematian
Aku mulai takut ketika jari jari ku tak dapat lagi tergenggam rapat
Karena jika hal itu terjadi,
Aku akan sulit menggambar,,
Terlebih..
Karena hal itu juga dapat membuatku lebih sulit
Menggenggam tangan Raditya..


Air mata Raditya mulai menggenangi pelupuk mata cowok tegar itu. Kenangan kenangannya tentang Arneta seolah sedang menari nari di pikirannya sekarang. Cewek itu memang telah pergi. Matanya kembali ke arah kertas diary itu.

Di pagi yang sejuk itu..
Aku lagi lagi bertemu cowok murung itu
Raditya namanya
Jujur saja
Aku menyukainya sejak pertama kali melihatnya
Terbalut jaket putih cemerlang,
Dia membuatku ingin melihatnya setiap hari,,
Meskipun dengan diam diam..
Dan dari kejauhan


Raditya seolah semakin tercabik. Hatinya rapuh, serapuh rapuhnya. Cewek yang dicintainya, kini telah kembali pada pemiliknya. Dari tempat ia berasal.

Impianku terwujud
Aku kini mengenalnya
Bahkan
Bisa melihatnya kapanpun aku inginkan
Dari jarak dekat
Aku bisa melihat tawa lepasnya
Yang hanya di miliki oleh Raditya


Cowok itu mulai tidak tahan. Mungkin, tangisnya akan lebih meledak sesaat lagi. Ia mulai mencengkeram erat buku itu. Berusaha, sebisa mungkin menahan dirinya, agar kenangan satu satunya tentang Arneta itu tidak hancur karena ulahnya. Kini hatinya menolak. Ada seonggok rasa yang membuatnya ingin membaca pesan terakhir dari Arneta itu hingga selesai.

Rasa takut itu semakin menjadi jadi
Ketika akhirnya aku mengetahui
Bahwa aku menyayangi Raditya
Mencintainya dengan seluruh rasa yang ada
Menyayanginya dengan seluruh cinta yang tercipta

Maaf..
Maaf jika aku masuk tanpa izin ke dalam hidupnya
Membuatnya merasakan kehilangan nantinya
Tapi aku hanya ingin membuatnya bahagia

Kini aku baru merasakan
Mencintai seseorang tanpa boleh berharap memilikinya
Tanpa boleh 1 detikpun bermimpi mendapatkannya
Tuhan hanya mengizinkan ku tuk membahagiakannya
Menugaskanku tuk menghapus semua dukanya

Walau virus itu dapat mengambil tanganku,
Kakiku,
Bahkan suaraku,
Tapi,
Selagi Tuhan masih memberiku mata untuk melihat Raditya,
Aku masih bahagia

Aku ingin sekali Raditya tahu
Bahwa sesungguhnya
Aku benar benar tak ingin meninggalkannya
Aku benar benar tak ingin melepasnya
Tapi apa dayaku ??
Karena mungkin suatu saat nanti, tugasku selesai sudah
Karena mungkin suatu saat nanti,
Aku akan kalah..dengan virus virus itu
Aku lega karena bisa membuat Raditya
Dapat berjalan lagi di saat saat sisa waktu ku
Aku bisa membuatnya tertawa lagi, di detik detik sisa penantian ku

Tuhan..
Terima kasih telah memberiku
Keluarga yang sangat mencintaiku
Ayah bunda yang sangat menyayangiku
Kakak lelaki yang sangat melindungiku
Dan
Anugerah terindah
Seindah Raditya

Meski singkat
Meski terlalu sulit untuk aku pahami
Terlalu berat untuk aku mengerti
Tapi aku mengetahui
Semua itu akan
Memberiku kenangan terindah
Di sepanjang hirup nafasku
Di sepanjang degup jantungku


Aku selalu menyanyangimu,,
Arneta

Radit menutup buku diary itu. Arneta memang malaikat kiriman Tuhan untuknya. Malaikat tak bersayap yang mengisi hidupnya. Meski hanya sesaat. Memberikannya kebahagiaan. Tapi juga memberikannya kenangan akan kepergian dan kematian. Kini cewek mungil itu telah pergi. Mungkin dengan sayap baru sebagai imbalan atas keberhasilannya dalam menjalankan tugas. Kini ia dapat tersenyum. Meski hanya dapat tersenyum dalam impian dan kenangan. Karena virus mematikan itu tak lagi dapat mengganggunya. Meski kini. Virus itu sudah melarang Raditya, untuk tidak memiliki Arneta selamanya..

TAMAT

No comments:

Post a Comment