Wednesday, September 23, 2009

bahan renungan

aduh,,
pengennya sih sekarang posting cerita yang baruu,, tapi
ada yang bagus niih buat di baca,, jadi
cerita barunya gua pending dulu yaaakkk,,
bikin penasaran juuga sih niatnya .. huahuahua *ketawa dengan muka orang jahat*
baca yeay,,
lumayan buat generasi muda masa kini.. hehhe
_______________________________________________________________________________________
sebuah surat untuk dia.

28 februari 2002

Ketika aku malu menatap mata indahmu,
mata di antara jibab putihmu
Karena itu aku salalu mengalihkan pandanganku,
Pertama kalinya
dalam hidupku
Aku merasa takut
Takut membagi hatiku
demi pasir pasir yg ada di pinggir pantai
demi berjuta tetesan embun di pagi hari
demi gulungan ombak di lautan
Aku takut mencintaimu
Karena cintaku pada Sang Pencipta, Allah Tuhanku
Ketika sinar matahari tidak lagi jadi yang terhangat untukku
karena tatapan mata mu yang sekarang bahkan mampu mencairkan hatiku
Seperti api yang memakan lilin putih tempatnya berdiri
Ketika cahaya bintang tak lagi jadi yang paling benderang
Karena senyummu yang bahkan mampu menerangi mimpi gelapku
seperti sebuah obor yang menyala di dalam gua yang gelap
dan Ketika telinga ini tak mampu lagi mrmbedakan mana yang paling merdu
Karena suaru mu yang kini mengganggu tidur malamku
Seperti desiran angin yang menerbangkan pasir pasir di tepi pantai
Dan ketika duniaku teralihkan
oleh mu
Sungguh,
Aku takut Allah membenciku
Karena cintaku padamu
Aku takut tak dapat membagi hatiku dengan adil
Sungguh,
Adakah pilihan terbaik untuk mencintai mu ?
Ajari aku untuk itu


Lelaki yang mencintai mu,

******************************************************************

surat balasan :
1 Maret 2002

Ketika senyum mu mulai hadir di setiap hirup nafasku
Ketika wajah mu hampir mengisi setiap lamunanku
Ketika nama mu yang selalu tertulis dalam lembar hatiku
dan ketika sorot mata mu senantiasa mengusik pikiran ku
Sungguh,
Sungguh aku pun takut Allah membenciku
Karena cintaku pada mu
Aku takut lafadz lafadz Al-Qur'an dari mulutku terhanti dengan semua ucapan tentang mu
Aku takut waktuku mengabdi pada Tuhan k u berkurang karena semua yang serba kamu
Semua yang membuatku takut untuk mengakui
Bahwa aku mencintaimu
Dan ketika aku malu mengaku pada Sang Mengetahui
Bahwa hatiku mulai terisi oleh bayangmu
Sungguh, aku ingin sekali
membuatmu,
Menjadi yang indah untukku,
meski bukan yang terindah
membuat mu,
Menjadi yang baik untukku
meski bukan yang terbaik
Karena semua yang terindah dan terbaik
hanya milik Tuhan ku
Aku pun tak tahu
Bagaimana menjadikan cintamu padaku
Sebagai bentuk cinta mu pada Allah juga,

Perempuan yang menyukaimu,

********************************************************************************
balasan :
3 Maret 2002

kecantikan mu yang tebungkus dengan jilbab putih yang indah,
membuatku tak berani menyentuhmu satu jengkal pun,
karena percayalah,
aku takut mengotori kecantikan hati dan wajahmu dengan tanganku ini,
Karena itu,
jangan pernah pertanyakan lagi,
mengapa aku tak pernah mau berlama lama memandang mu.
Sungguh,
Sekali lagi kukatakan
Aku ingin menyentuh hatimu dengan cara yang indah
Seperti bintang yang menerangi bumi dengan sinarnya
Aku ingin menghapus air mata mu dengan cara yang di sukai Allah
seperti matahari yang melindungi bunga dengan hangatnya
Tapi aku belum menemukan cara itu
Cara yang di sukai Allah
Cara yang membuat cintaku padamu
menjadi cinta yang halal, seperti yang telah Allah tuliskan dalam qadar-Nya
Aku pun tak ingin
Keindahanmu membuatku lupa dengan berjuta keindahan lain yang telah Allah ciptakan
dan Kecantikan mu membuatku menyerahkan seluruh hatiku yang sudah kutekadkan kan ku persembahkan hanya untuk sang Pencipta ku
dan kerupawanan mu membuatku tak lagi menyadari yang lainnya yang mampu kunikmati dengan mataku, karena Allah semata
Tapi selama waktu itu
Aku takut membuat mu lelah menunggu
Menungguku menemukan cara itu
Beri aku sedikit waktu .

Lelaki yang mencintaimu,


************************************************************************************
balasan :

18 Maret 2002

Aku tak pernah keberatan untuk jadi yang kedua untuk mu
Karena aku pun ingin jadikan mu yang kedua dalam hidupku
dan karena Demi Allah,
Aku akan berusaha
Menjaga bahwa tempat pertama itu hanya untuk Nya
Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Aku akan memberikan waktu
Sebanyak yang kau perlukan
Karena aku hanyalah yang tak sempurna
Karena Sang Pemilik waktu yang sesungguhnya
bahkan telah menyediakan ribuan jam untukmu
Agar kau mampu menemukan cara terbaik
untuk mencintaiku.
Aku hanya ingin,
Menjadi bunga yang mampu kau cium wanginya
Menjadi angin yang mampu kau nikmati sejuknya
atau menjadi bintang yang mampu kau rasakan sinarnya
Hanya saja,
sebelum semua itu menjadi milikmu,
Kau harus temukan cara yang indah
untuk menikmatinya
dan ku rasa
hanya Sang Maha Mengetahui lah
yang mampu menunjukkan itu semua

Perempuan yang menyayangimu,


**********************************************************************************
balasan :

24 Maret 2002

Ketika aku dapat jawabannya
Ketika Allah telah menunjukkan cara indahnya
dan Ketika aku mengetahui cara untuk mencintaimu
hanya dengan menjadikan mu
Anugerah indah dari yang Teristimewa, Allah Tuhan ku
dan dengan menjagamu,
untuk tanda baktiku pada Tuhan ku
atau dengan membuat cintaku pada mu
Sebagai hadiah karena cintaku yang jauh lebih besar pada Tuhan ku
Mungkin hanya dengan cara itu
Aku mencintaimu
Dengan tetap menjaga iman ku
Dengan tetap pada jalan terbaikku
dan Dengan tetap menjadi hamba-Nya yang setia
Akankah kau mau menerima cara itu ?
Karena hanya dengan cara itu aku bisa menjagamu
di sepanjang hirup nafas ku

Lelaki yang mencintaimu,


**********************************************************************************
balasan terakhir :

28 April 2002

Sungguh,
Aku suka cara mu
Aku sangat menyukaimu,
Dan mungkin cara itu juga
Yang menjadi alasan utamaku
Alasan utamaku untuk mencintaimu seumur hidupku
Kamu,
Anugerah indah dari Yang Teristimewa, Allah Tuhan ku,
maka itu,
lamarlah aku lewat ayah ku,

Perempuan yang mencintaimu



TAMAT

_____________________________________________________________________________________

wew ..
jadul yah ??
*melirik dengan tatapan memaksa*
emang sih,,
tapi gua rasa,
banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari situ..
insya Allah,,
intinya,
"kamu boleh mencintai lawan jenis mu, tapi jagalah agar rasa cinta itu tak pernah menyaingi rasa cinta mu pada Sang Maha Pencipta, Allah SWT"
amiin..
oke guys,
sebagai generasi muda, *wa elah sok banget dah*
apa ya ?
ya pokoknya itu deh,,
bingung kan gua jadinya,, elu sih nanya muluu..*lohh??*
hehehehe

dadahhhhh...^^

Tuesday, September 22, 2009

"SETITIK CAHAYA UNTUK SANG BINTANG"

the next story
C:

Malaikat Tak bersayap (part V)

@ @ @

Dua bulan kemudian,,,
Radit terlihat berdiri di sebuah cermin besar di ruang ganti cowok pagi ini. Baju basket biru dongkernya terlihat pas sekali di badan cowok tegap itu. Radit lalu tersenyum dan merapikan sisi sisi T- Shirt di dalam baju olah raganya agar terlihat lebih keren. “Ya elah bro.. udah keren kok.. yuk keluar, 10 menit lagi pertandingan mulai nih..” ajak Seno, teman 1 regunya. Raditya hanya tersenyum lalu menangguk. Sebelum keluar ruangan, ketua dari tim basketnya mengajak Raditya dan teman temannya untuk berdoa terlebih dahulu. Allah kan memang maha penolong dari segala galanya, begitu pikir Radit dan teman temannya.
Radit dan beberapa teman 1 regunya mulai memasuki stadion. Riuh suara penonton mulai menyambut mereka. Dentingan suara botol yang saling di tubrukkan satu dan yang lainnya juga tak kalah nyaring terdengar. Radit mulai melihat lihat ke arah sekeliling. Berharap menemukan sesosok malaikat yang ia tunggu tunggu di bangku penonton itu. Seorang malaikat yang sudah berjanji padanya 4 bulan yang lalu untuk kembali lagi padanya. Ya.. Arneta-lah yang ia tunggu..Tapi hal itu sepertinya sia sia. Tak ada seulas pun senyum Arneta di sana. Senyum tertulus yang selalu ia temukan di wajah cewek mungil itu.
Raditya melanjutkan jalannya dan mulai membentuk lingkaran bersama timnya. Sebuah teriakan memulai pertandingan yang sepertinya akan berlangsung seru itu. Menit demi menit terus berlalu. Tim Radit melalui semuanya dengan mudah. Raditya memang mengambil peran yang cukup besar atas keberhasilan itu.
Istirahatpun tiba. Babak terakhir sudah menunggu beberapa menit lagi. Kemenangan sudah di depan mata. Radit meneguk minumannya. Sebotol penuh air mineral ia tenggak dengan cepat. Terlihat sekali wajah kelelahan di muka cowok itu. Bola mata Radit tetap melihat kea rah sekeliling. Berharap menemukan.. “Arneta.. ” desis Raditya tak yakin. Karena entah mengkhayal atau tidak, ia melihat sosok Arneta di bangku depan. Tapi, ia tidak terlalu yakin. Karena cewek yang mirip Arneta itu sedang duduk di kursi roda. “Arneta kan jauh jauh ke Amerika buat berobat.. mustahil kalo dia pulang malah make kursi roda gitu..” begitu pikir Radit. Belum lagi wajah cewek itu yang pucat.
Radit terus memikirkan hal itu hingga saat pertandingan usai. Hampir saja timnya kalah karena permainan Radit yang mulai kacau di detik detik terakhir. Untungnya hal itu tidak terjadi.
Selesai permainan, Raditya langsung berlari menuju cewek yang menurutnya adalah Arneta. Raditya kini berdiri tepat di depan kursi roda cewek itu. Napas cowok itu masih terlalu belingsatan untuk memulai pembicaraan, tepatnya untuk mengetahui apakah cewek itu betul betul Arneta.
Kebenaran segera terungkap saat cewek itu tiba tiba memeluknya. Pelukan terhangat yang Radit inginkan semenjak beberapa bulan yang lalu. Cewek yang ternyata betul betul Arneta itu tidak berbicara apa apa. Begitu juga Raditya. Tubuhnya masih terlalu enggan untuk melepas kehangatan dari seseorang yang sangat ia rindukan melebihi apapun yang ia inginkan sekarang.

@ @ @

Arneta sudah terlelap di sampingnya sekarang. Terbalut selimut hangat, cewek ini nampak seperti malaikat. Kulit putihnya, dan bibir mungilnya, membuat Radit ingin terus memandanginya.
Semakin dalam pandangan Radit, semakin itu juga hatinya tercabik. Sebuah berita buruk terucap dari mulut ibunda Arnet. Bundanya bilang, sudah semenjak 1 bulan yang lalu Arnet tidak bisa berbicara lagi. Ternyata, virus itu bahkan belum menghilang dari tubuh Arnet. Sekarang virus terkutuk itu malah sudah menggerogoti saraf pembicaranya. Arnet sepertinya terlihat jauh berubah di pandangan Radit. Tak terlihat lagi semangat yang berkobar kobar seperti yang selalu tampak di wajahnya. Wajah Arnet yang terlihat lebih pucat membuat Radit tidak tega melihatnya.

@ @ @

“elo liat ya Net.. gue bakal masukin bola ini buat lo..” kata Radit pada cewek yang ada di hadapannya. Terbalut t-shirt putih dan celana jins selutut, Arneta terlihat nyaman di atas kursi rodanya. Arnet memang terlebih dahulu lumpuh sebelum penyakitnya merenggut suaranya. Meskipun Arnet masih bisa berbicara 1 atau 2 kata, tapi omongannya terlalu terpatah patah untuk jelas terdengar.
Arneta hanya mengangguk lalu tersenyum. Ditangannya ada sebuah pulpen dan buku tulis yang memudahkannya untuk menyampaikan sesuatu. “Cape ah gue.. abis ga ada lawannya sih..” ucap Radit sembari mengambil posisi tepat di samping Arnet. “Net,, besok sore nonton pertandingan gue di lapangan deket sekolah yaa..” ucapnya lagi. Arnet mengangguk dan menulis sesuatu di bukunya. “Dit.. loe ngga usah nepatin janji loe buat gue”. “Janji apa sih ??” tanya cowok itu lembut. “Janji buat ngajarin gue basket. ..Guekan udah lumpuh Dit. Boro boro bisa jalan. Ngomong aja udah susah..”.
Cewek manis itu tiba tiba saja menangis. Radit langsung spontan memeluknya. Entah kenapa Radit seolah bisa merasakan apa yang Arnet rasakan. Radit berbisik halus di telinga Arnet. “Net, virus itu mungkin bisa ngembil semua yang loe punya. Kaki loe, suara loe, tapi engga untuk semangat loe,,inget Net, elo yang berhasil bikin gue balik lagi kayak gini..selama loe masih punya mata untuk ngeliat gue ada di deket loe, loe mesti percaya, gue akan selalu ada buat loe..” ucapnya. Tangis cewk itu semakin meledak. “Ma-ka-sih” terdengar sayup sayup suara Arnet yang pelan sekali.

@ @ @

Meskipun keadaan sudah terlalu buruk bagi Arnet sekarang, Radit masih bersyukur karena paling tidak ia masih bisa melihat cewek itu. Ya Tuhan.. kenapa semua terasa begitu buruk sekarang ? pertanyaan itu selalu muncul di benaknya.
“Dit..1 bulan lagi kita tanding sama SMA Nusantara loh.. gila ! ! ! gue udah menggebu gebu banget nih, pengen tanding sama mereka..” ucap Dion terlihat bersemangat. Radit hanya mengangguk. Jangankan untuk konsen ke pertandingan. Pikirannya akhir akhir ini sudah terlalu tercurah untuk Arneta. Untuk kesembuhannya.
Tiba tiba ponselnya bergetar. Raditya terlihat mengangkat telepon yang masuk itu. Entah dari siapa. Tapi wajahnya seketika berubah menjadi pucat. Ia mengangguk dan lansung mengambil kunci mobil di tasnya. Tanpa berbicara apapun pada Dion, Radit langsung tancap gas.

@ @ @

Lorong di rumah sakit Harapan Kita terlihat begitu lengang. Entah sudah berapa bulan Radit tidak mengInjakkan kakinya lagi di sini. Seorang perempuan setengah baya yang ternyata adaah ibunda Arneta, menghampirinya. “Nak Radit..” ucapnya sedikit ragu. “Iya tante.. ini saya Radit. Gimana keadaan Arnet, tante ?? dia ngga papa kan ??” tanya Radit cemas. “Tadi malam setelah makan, ngga tau kenapa Arnet tiba tiba ambruk. Setelah di bawa kesini, keadaannya makin parah. Arnet.. Arnet.. dia.. dia..” ibunda Arnet terlihat sangat terpukul. Terlihat sekali aroma kesedihan yang mendalam di wajahnya. ‘Ya Tuhan.. Arneta, jangan jangan.. Tuhan,, tolong jangan ambil dia..’ berbagai pikiran buruk merasuki kepala cowok itu. “Arnet udah ngga bisa ngapa ngapain lagi nak Radit.. dia bahkan sudah ngga bisa merespon apapun yang kami katakan ke dia..”lanjut ibundanya lagi. “ma..maksudnya..?” tanya Radit beberapa detik setelah itu.

@ @ @

Ternyata keadaan sudah lebih buruk dari yang Radit pikirkan. Semuanya jelas terlihat saat cowok itu melihat Arneta langsung di tempat tidurnya. Terlihat beberapa buah selang berdiam di tubuhnya. Sebuah selang yang cukup besar terlihat ada di lubang mulutnya. Sedangkan selang yang ukurannya lebih kecil menempel di sekitar hidungnya. Seperti nya nafas cewek itu sangat bergantung dengan alat alat lain yang ada di samping tubuhnya. Mata lentiknya masih terbuka. Meskipun tatapannya kosong.
Radit mendekatinya dan duduk di atas kursi yang ada di samping tempat tidur Arneta. Cowok itu membelai lembut kepala Arneta. Tangan Raditya terlihat sangat bergemetar. Tangis yang sudah semenjak tadi berusaha ia tahan, akhirnya pecah juga. Air mata yang jarang sekali menetes dari mata cowok kuat itu, sekarang terlihat membanjiri pelupuk matanya. “Net.. kamu kenapa ??..” ucapnya dengan suara yang bergetar juga. Cewek itu tidak bergeming sedikitpun. Matanya tetap terlihat menerawang ke atas.

@ @ @

Sepertinya bukan hanya keluarga Arneta yang terlihat terpukul dengan kondisi Arnet sekarang. Radit malah terlihat lebih terpukul dibandingkan ibunda Arnet.
Sudah hampir satu bulan semejak kondisi Arnet memburuk. Arneta seperti mengalami koma panjang. Bedanya, mata cewek itu masih setia terbuka.
Siang ini, seusai pulang sekolah, Raditya kembali menjenguk Arnet. Ruangannya terlihat sepi. Bundanya memang sedang pulang ke rumah untuk mengambil beberapa baju ganti. Raditya menaruh tasnya, dan segera duduk di kursi yang di sediakan. “Net.. loe mesti tau kalo gue ngga pernah cape’ ngajak loe ngobrol.. ya.. meskipun sepi juga sih, ngobrol ngga di tanggepin gini.. hehehe lebih banyak dengki’nya..bercanda Net.. jangan ngambek ya..” Radit mencoba menghibur dirinya sendiri. Meskipun kesedihan selalu nampak di wajah cool nya. “Net.. permintaan gue satu satunya sekarang, cuma pengen banget loe balik lagi. Net, gue ngga tau apa loe bisa denger gue apa engga,, gue Cuma mau loe tau kalo gue sayang banget sama loe..” lanjutnya lagi.
Entah keajaiban apa yang terjadi. Arneta tiba tiba saja mengerdipkan mataya. Tangannya.. bergerak. Raditya yang panik sekaligus bahagia, segera bangkit dan bermaksud ingin memberitahu dokter. Tapi, tangan Arneta tiba tiba saja menyentuh tangannya. “Dit.. pli-s ja-ngan..”
“Net.. loe sadar ?? gue mau panggil dokter dulu ya ?? sebentar aja..
“Plis.. jangan..”
Radit benar benar bingung kali ini. Apa yang harus ia lakukan sekarang. Akhirnya ia putuskan untuk menelepon ibunda Arnet. Bundanya terlihat sangat bahagia. Akhirnya Arnet sadar. Terlebih dia tiba tiba saja mengingat semua orang yang di kenalnya. Kata kata yang terucap pun terdengar lebih jelas.
Saat Bundanya datang, Arnet meminta sesuatu. Ia ingin sekali di bawa pergi dari Rumah Sakit itu. Arnet meminta, agar Bundanya dan Radit, membawanya ke suatu tempat. Tempat yang dulu sering ia datangi saat usianya 7 tahun. Meskipun awalnya Rumah Sakit tidak mengizinkan, akhirnya Arnet dapat pergi juga. Karena, menurut dokter Rhicard, apapun yang dapat membantu kesembuhan Arneta sekarang, harus segera di lakukan.
Setelah kurang lebih 2 jam, mereka tiba juga. Sebuah danau yang lumayan besar terlihat di hadapan Arneta dan Raditya sekarang. Bunda dan kakak lelakinya hanya mengamati dari kejauhan. Arnet tergolek lemah di kursi rodanya. Tapi, kali ini dia tersenyum manis sekali. Wajahnya sudah tidak terlihat sepucat kemarin. Dia meraih tangan Raditya yang ada di sebelahnya. “Makasih ya” ucapnya pelan meskipun masih terbata bata. Raditya hanya mengangguk. Meskipun ia masih agak kaget dengan sesuatu yang baru saja terjadi. Kesadaran Arneta yang terjadi secepat ini, membuatnya merasa ada di dalam mimpi.
Arnet menulis sesuatu di bukunya.
Radit, tolong bantu gue berdiri.. gue pengen ngeliat Danau ini sampe keliatan ke ujungnya.
Radit segera membantu Arneta berdiri, meskipun, Raditya harus menopang tubuh cewek itu yang masih sangat lemah. Arneta langsung tersenyum dan tiba tiba saja memeluk Raditya. Meskipun kaget, Radit membalas pelukan cewek itu. Radit memeluknya dengan sangat erat. “aku sayang kamu..” ucap Radit berbisik lembut di telinga Arneta. “Aku juga. Makasih atas semuanya. Aku mau kamu baca diary aku..” jawab Arnet tak kalah pelan. Radit pun sempat terperangah mendengar ucapan Arneta yang tidak lagi terpatah patah. “Net.. aku seneng banget bisa liat kamu sembuh secepat ini.. terlebih, kamu udah tau kalo aku sayang banget sama kamu..dan..” ucapan Radit tiba tiba terhenti. Seolah tercekat di kerongkongan. Ia merasakan sesuatu yang janggal yang ia rasakan. Tak terdengar apapun dari tubuh yang kini ia topang. Tubuh Arnet terasa jauh lebih berat sekarang. Dan semuanya terlihat lebih jelas saat tangan halus yang tadi memeluk bahunya terjatuh, bersamaan dengan hilangnya keseimbangan cewek itu. Raditya terlihat kesulitan menopang dan ikut terjatuh.
Bundanya segera menghampiri mereka. Ya Tuhan… ada yang salah di sini. Cewek itu… Arneta.. semua orang sadar sekarang, kalau ternyata cewek itu tidak lagi bernafas. Nafas dan denyut nadi di tangannya tidak lagi dapat terasa.

@ @ @

Bunga bunga sudah selesai di tebarkan beberapa saat yang lalu. Tanah pemakaman pun belum sepi dari pelayat. Tangisan dan erangan Bunda tercintanya tidak pernah berhenti terdengar. Membuat hati Raditya semakin tercabik, entah seberapa dalam lagi.
Kepergian Arneta yang cukup aneh dan tiba tiba ini, membuat semua orang tidak siap. Kemarin, tiba tiba saja Arneta sadar, dan dapat berbicara. Ia pun meminta agar di antar ke Danau kenangannya dulu di masa kecilnya. Tepatnya, Danau tempat Nita, saudara kembarnya juga menghembuskan nafas terakhirnya. Dan kini hal itu terjadi lagi. Arnet sepertinya memang sangat menginginkan, agar danau tersebut benar benar menjadi kenangan bagi orang orang yang di cintainya.
Raditya masih belum bisa mempercayai ini semua. Arneta, cewek yang tiba tiba masuk ke hidupnya satu tahun lalu. Bidadari cantik itu, tiba tiba saja datang dan membuat semuanya terasa lebih baik. Dan sekarang, saat semuanya kembali, bagai seorang malaikat yang di tugaskan, diapun harus kembali karena tugasnya sudah selesai.
Tapi, Arneta memang bukan malaikat. Tuhan mengirimkan Arneta untuk menyadarkannya bahwa hidup masih terus berlanjut selagi jantungnya masih tetap berdenyut. Sebuah buku diary cantik terlihat Raditya pegang. Cowok itupun membuka dan mulai membacanya.

Selasa, 28 April 2007

Entah kenapa..
Aku mulai takut akan kematian
Aku mulai takut ketika jari jari ku tak dapat lagi tergenggam rapat
Karena jika hal itu terjadi,
Aku akan sulit menggambar,,
Terlebih..
Karena hal itu juga dapat membuatku lebih sulit
Menggenggam tangan Raditya..


Air mata Raditya mulai menggenangi pelupuk mata cowok tegar itu. Kenangan kenangannya tentang Arneta seolah sedang menari nari di pikirannya sekarang. Cewek itu memang telah pergi. Matanya kembali ke arah kertas diary itu.

Di pagi yang sejuk itu..
Aku lagi lagi bertemu cowok murung itu
Raditya namanya
Jujur saja
Aku menyukainya sejak pertama kali melihatnya
Terbalut jaket putih cemerlang,
Dia membuatku ingin melihatnya setiap hari,,
Meskipun dengan diam diam..
Dan dari kejauhan


Raditya seolah semakin tercabik. Hatinya rapuh, serapuh rapuhnya. Cewek yang dicintainya, kini telah kembali pada pemiliknya. Dari tempat ia berasal.

Impianku terwujud
Aku kini mengenalnya
Bahkan
Bisa melihatnya kapanpun aku inginkan
Dari jarak dekat
Aku bisa melihat tawa lepasnya
Yang hanya di miliki oleh Raditya


Cowok itu mulai tidak tahan. Mungkin, tangisnya akan lebih meledak sesaat lagi. Ia mulai mencengkeram erat buku itu. Berusaha, sebisa mungkin menahan dirinya, agar kenangan satu satunya tentang Arneta itu tidak hancur karena ulahnya. Kini hatinya menolak. Ada seonggok rasa yang membuatnya ingin membaca pesan terakhir dari Arneta itu hingga selesai.

Rasa takut itu semakin menjadi jadi
Ketika akhirnya aku mengetahui
Bahwa aku menyayangi Raditya
Mencintainya dengan seluruh rasa yang ada
Menyayanginya dengan seluruh cinta yang tercipta

Maaf..
Maaf jika aku masuk tanpa izin ke dalam hidupnya
Membuatnya merasakan kehilangan nantinya
Tapi aku hanya ingin membuatnya bahagia

Kini aku baru merasakan
Mencintai seseorang tanpa boleh berharap memilikinya
Tanpa boleh 1 detikpun bermimpi mendapatkannya
Tuhan hanya mengizinkan ku tuk membahagiakannya
Menugaskanku tuk menghapus semua dukanya

Walau virus itu dapat mengambil tanganku,
Kakiku,
Bahkan suaraku,
Tapi,
Selagi Tuhan masih memberiku mata untuk melihat Raditya,
Aku masih bahagia

Aku ingin sekali Raditya tahu
Bahwa sesungguhnya
Aku benar benar tak ingin meninggalkannya
Aku benar benar tak ingin melepasnya
Tapi apa dayaku ??
Karena mungkin suatu saat nanti, tugasku selesai sudah
Karena mungkin suatu saat nanti,
Aku akan kalah..dengan virus virus itu
Aku lega karena bisa membuat Raditya
Dapat berjalan lagi di saat saat sisa waktu ku
Aku bisa membuatnya tertawa lagi, di detik detik sisa penantian ku

Tuhan..
Terima kasih telah memberiku
Keluarga yang sangat mencintaiku
Ayah bunda yang sangat menyayangiku
Kakak lelaki yang sangat melindungiku
Dan
Anugerah terindah
Seindah Raditya

Meski singkat
Meski terlalu sulit untuk aku pahami
Terlalu berat untuk aku mengerti
Tapi aku mengetahui
Semua itu akan
Memberiku kenangan terindah
Di sepanjang hirup nafasku
Di sepanjang degup jantungku


Aku selalu menyanyangimu,,
Arneta

Radit menutup buku diary itu. Arneta memang malaikat kiriman Tuhan untuknya. Malaikat tak bersayap yang mengisi hidupnya. Meski hanya sesaat. Memberikannya kebahagiaan. Tapi juga memberikannya kenangan akan kepergian dan kematian. Kini cewek mungil itu telah pergi. Mungkin dengan sayap baru sebagai imbalan atas keberhasilannya dalam menjalankan tugas. Kini ia dapat tersenyum. Meski hanya dapat tersenyum dalam impian dan kenangan. Karena virus mematikan itu tak lagi dapat mengganggunya. Meski kini. Virus itu sudah melarang Raditya, untuk tidak memiliki Arneta selamanya..

TAMAT

Thursday, September 17, 2009

Malaikat Tak bersayap (part IV)

@ @ @

Arneta berjalan kearah jendela kamarnya yang cukup besar itu. Lalu duduk di atas kayu ukiran yang terpasang menempel dengan jendela kamarnya. Kamar yang berada pada lantai 2 rumahnya itu, memang tempat yang paling menyenangkan baginya. Tempat ia menumpahkan segala yang ia rasakan.
Sekarang, pertama kalinya setelah 2 tahun dia positif terserang GBS, cewek mungil itu menangis. Sebuah figura pink terlihat bertengger ditangannya. Figura itu memajang foto 2 orang gadis kecil berusia 8 tahunan. Wajah mereka sangat mirip, bahkan sulit di bedakan. Ya.. itu memang foto Arneta dan saudara kembarnya Arnita. Nita., biasa ia memanggil kakak kembarnya itu. Mereka sangat dekat. Bahkan sampai usia mereka memasuki 7 tahun, tak pernah sekalipun sang Bunda melihat mereka bertengkar. Arnet sangat menyayangi Nita melebihi apapun yang dia punya. Karena Tuhan memang sudah menganugerahi Nita untuk menemani setiap detik di hidupnya, begitu pikirnya. Tapi ternyata tebakannya salah. Tuhan lebih dulu memanggil Nita saat usia mereka 8 tahun. Dengan penyakit yang sama, Nita pergi setelah kurang lebih 1 tahun GBU bersarang di tubuhnya. Arnet masih terlalu kecil saat itu, untuk menyadari betapa berbahayanya penyakit sejenis GBU, sampai sampai mampu merenggut Nita dalam jangka waktu tak lebih dari setahun.
Ia menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua matanya. Baru pertama kali ini ia takut akan satu hal. Kematian. Satu kata yang dulu tak mampu menggoyahkan hatinya untuk tidak menangis. Tapi kini, mengingat hal itu saja mampu membuat hatinya tercabik, hancur, dan tak tersisa bahkan sekepingpun. Perasaan ini mulai ia rasakan, saat ia mengenal Raditya. Seorang cowok yang kini berdiam di hatinya. Entah kenapa, ia begitu tidak ingin meninggalkan cowok dingin itu. Tetapi semuanya harus berakhir nanti. Saat virus penyakit berbahaya itu menjalari organ pernafasannya dan berhenti membuat Arnet tertawa. Bahkan tidak lagi mengizinkan Arnet tetap bernafas.
Awalnya, Arneta memang hanya ingin berniat membantu Raditya agar bisa berjalan dan menemukan semangat hidupnya lagi. Di sisa waktunya yang singkat itu, paling tidak arneta masih bisa melakukan hal yang berguna untuk orang lain. Seorang Raditya. Seorang cowok yang kehilangan semangatnya semenjak sebuah kecelakaan besar merenggut kaki nya, dan merampas dengan paksa orang yang dicintainya. Tapi seiring waktu berjalan, semuanya berubah. Saat Arneta menemukan sosok lain di dalam wajah angkuh Raditya. Saat ia sadar, ia dan Raditya mempunyai tujuan sama untuk meraih kesembuhan. Tapi, harus diakuinya, semuanya bertambah rumit saat Arneta tau bahwa hidupnya memang tak lagi lama. Terlebih, saat sekarang ia menyadari, bahwa Raditya sudah mengunci hatinya, dan membuatnya mencintai seorang Raditya.
“Besok…tanggal 16, dan gue harus ke Amerika. Ninggalin Radit yang udah mulai bisa jalan. Tanpa gue tau apakah saat gue balik nanti gue masih bisa inget dia atau engga. …” ucapnya terdengar menyakitkan. Di inginkan atau tidak, kenyataannya, pasti akan tiba saat di mana virus virus itu menyerang saraf otak Arneta dan saraf saraf pengingatnya. Dan mungkin saat waktu itu tiba, otaknya tak lagi mampu mengingat siapapun, termasuk Raditya.

@ @ @

“Gue pergi dulu ya…?” tanya Arnet halus, yang terdengar di Handphone Raditya. “Maaf ya Net.. gue ngga bisa nganter loe.. soalnya sekarang aja gue masih di rumah sakit.. jam 2 nanti baru boleh balik..” jawab Raditya dengan berat.
“Iya.. ngga papa... Tapi loe jangan nakal yah . Jangn lupa minum obat..”
“Oke deh.. oh ia,, pokoknya nanti waktu loe balik, gue janji bakal ngajarin loe basket.. oke ??
“Hah?? Oh.. iya iya. Dit, udah dulu ya,, pesawat gue udah mau take off nih..”
“Iya.. kabarin gue terus ya Net..”

“Iya..”
Itu adalah kata teakhir dari Arneta sebelum ia menutup telepon genggamnya.

@ @ @

Radit meneguk air dari botol minumnya. Keringatnya terlihat membasahi sebagian baju basketnya. Sudah hampir dua bulan semenjak ia bisa berlari lagi. Semenjak ia bisa bermain basket lagi dan mendapatkan separuh jiwanya lagi.
Tapi malangnya, sebagian jiwa nya yang lain malah lebih memilih pergi. Sebagian jiwanya pergi seiring dengan kepergian Arneta ke Amerika dua bulan yang lalu. Cewek manis itu memang tak kunjung kembali. Dan yang membuat Radit cemas adalah miss komunikasi yang terjadi di antara mereka. Radit mengambil handuknya dan mulai mengelap keringat yang sudah semenjak tadi terus menetes.
Kemudian tangannya bergerak meraih handphone yang ada di dalam tasnya. Foto seorang gadis manis terpajang di wallpaper ponselnya. Cewek itu tersenyum manis sekali. Arneta, arneta, dan arneta yang terus terusan ada di dalam pikiran Radit. Membuat rasa rindunya semakin menjadi jadi. Kemana perginya gadis malaikat itu ??? seorang gadis yang berhasil melelehkan hati sedingin hati Radit. Entah mengapa Radit merasa akan ada sesuatu hari ini. Ini tentang Arneta.
Latihan basket bersama teman teman sekolahnya sudah selesai jam 7 malam tadi. Kini Radit sudah ada di dalam kamarnya. Merebahkan diri di tempat tidur, lalu memandangi kursi roda yang dulu pernah ia pakai selama hampir 2 tahun. Ia memang sengaja menaruh kursi roda itu di kamarnya. Agar ia bisa terus mengingat seberapa besar perjuangan nya untuk bisa berjalan lagi.
Setelah ia selesai mandi, ia malah melanjutkan kegiatan berbaringnya lagi. Radit lebih memilih istirahat ketimbang menyantap makan malam. Tetapi, baru beberapa menit ia merapatkan matanya, sebuah telepon masuk. “Halo.. syapa nih ??” katanya sambil tetap memejamkan mata. Suara yang kedengarannya seperti suara seorang cewek itu malah terdengar tertatwa.
“Lupa ya ??”
“Ar.. Arneta ??”
“Hhhe.. masih inget ??”
“Astaga.. Net, ini beneran elo kan ??”
“Yup. Kenapa ? loe ngga suka ya gue telpon loe ?? atau gue ganggu jam tidur loe ?? soalnya, pagi pagi ini di Amerika pasti kan udah malem banget di Indonesia..”
“Engga.. engga sama sekali.. kemana aja loe ?? ngabarinnya telat banget..”
“Maaf deh.. kan gue di sini sibuk banget..”
“Sibuk..sibuk.. kenapa loe ?? jangan jangan loe tiba tiba jadi artis terus..”
“Engga lah.. gue kan sibuk terapy…”

Entah berapa lama mereka saling bertukar cerita. Betapa bahagianya Radit. Firasat nya ternyata memang benar. Terlebih ketika Arnet bilang, ia akan pulang bulan depan..

@ @ @

“Woi mas.. bengong mulu.. permainan loe ancur banget sih hari ini ?? liat deh tu pelatih, kumisnya sampe rontok gara gara ngomel sama loe.. Eh Dit.. inget dong, loe kan andalan tim ini. Tapi permainan loe mod mod an gitu. Kadang bagus, kadang ancur sampe separah ini…” ucap salah seorang teman satu tim Raditya siang itu. “Ah.. bisa aja loe.. ngga, gue cuma lagi ngga enak badan aja..” jawab Radit sambil tersenyum kecut. Pikirannya sudah entah kemana hari ini. Hari ini sudah lewat 2 bulan semenjak janji Arneta akan pulang. Semenjak itu juga, gadis itu tak pernah lagi memberi kabar. Padahal, dua bulan lagi, ia akan mengikuti pertandingan basket antar SMA sejakarta, dan ia ingin sekali Arnet melihat pertandingannya.

@ @ @

Malaikat Tak bersayap (part III)

@ @ @

“Duuuh.. buku sketsa gue mana ya?? Jangan jangan ke tiup angin terus nyebur ke kolam, di makan ikan, terus…” ucapan Arnet tiba tiba terhenti.
“Gila.. imajinasi loe tuh emang bener bener ya ?! sejak kapan buku setebel ini bisa ke bawa angin? Terus, mana ada juga ikan yang mau makan buku segede ini?? yang ada bisa mati mendadak tu ikan..” kata seorang cowok yang tiba tiba muncul. Cowok yang selalu berhasil membuat Arneta tak bosan melihatnya.
“Radit ??” tanya cewek manis itu.
“Loe nyari ini kan ??” jawab Radit sambil bertanya balik.
“Iya.” Arnet mengambil buku itu dan langsung tersenyum manis sekali, “Thanks banget ya.. Gue pikir udah ilang..” lanjutnya. Radit hanya mengangguk setelah sebelumnya sempat terperangah melihat senyum tulus dari seorang cewek mungil yang sekarang ada di hadapannya. “Dit, sebagai ucapan terima kasih, gue bakal temenin loe jalan jalan ngelilingin taman ini..” tawar Arnet. “Ga usah. Lagian gue bukan anak anak yang baru segitu aja udah minta hadiah terima kasih dari loe..” jawabnya dingin. “Udah lah.. ga usah pura pura ga mau gitu.. ini kan masih pagi, udaranya masih seger.. lumayan kan ada pendorong kursi roda gratis pagi pagi gini..” jawab Arnet sedikit menahan tawanya. “Terserah loe lah. Capek gue nolaknya.” Jawab Radit akhirnya, masih dengan wajah dinginnya. Cowok yang hari ini memakai t- shirt dan jaket putih lengkap beserta celana jeans gombrongnya itu, hanya pasrah dan menuruti kemauan Arnet. Arnet hanya tersenyum nakal dan segera mendorong kursi roda Radit.
“Lo suka ngedesain baju?” tanya Radit singkat. “Lo nanya gue Dit ??” jawab Arnet malah balik bertanya. “Bukan. Gue nanya sama kakek kakek yang lagi di suapin suster di sana” jawab Radit agak ketus. “Yee.. gitu aja galak. Kan gue kaget tiba tiba loe nanya.. iya gue suka banget desain baju.. apalagi baju pengantin..” jawab Arnet setelah menepuk bahu Radit. “Ooh..” jawab Radit singkat.
“Dit, loe kenapa sih ngga mau terapy ??” tanya Arnet tiba tiba.
“Bukan urusan loe kan??”
“Bukan sih.. tapi gue ngiri aja sama loe..”
“Ngiri ??”
“Iyalah… gue aja yang mati matian terapy kaya gini, pengen banget tetep bisa jalan kaya orang normal,, tapi percuma, seberapa seringpun gue usaha, suatu saat gue akan terus terusan ada di kursi roda seumur hidup gue.. Eh.. elo yang kesembuhan yang udah ada di depan mata gitu.. malah males malesan..”
Raditya tiba tiba diam. Entah kenapa bibirnya tak bisa terbuka sekarang. Tiba tiba seonggok rasa simpati yang dalam pada Anet menghampirinya. Ucapannya memang terdengar agak miris,, dan mungkin bisa membuat orang orang yang mendengar ucapannya itu, terenyuh seketika. Tapi, ucapannya itu, kontras sekali dengan raut wajahnya yang selalu berisi keceriaan. Kebahagiaan. Itu yang selalu Radit liat dari cewek manis yang tengah mendorong kursi rodanya sekarang.
Arnet berhenti mendorong kursi roda Radit tepat di bawah pohon rindang. Arnet pun duduk di atas rumput dan mulai membuka buku sketsanya. Dia merogoh sebuah pensil yang ada di saku bajunya, dan mulai menuangkan idenya. “Eh, loe kan bisa gambar, loe mau ngga bantuin gue ngedesain baju basket yang keren ??” tanya Radit yang sedari tadi melihat Arnet menggores goreskan pinsil di atas buku sketsa nya. “Emh.. boleh..” jawab Arnet singkat. Dia terlihat sangat serius dengan kertas yang ada di hadapannya sekarang. “Tapi gue ngga mau gratis.. gue ngga mau di bantu cuma cuma sama orang, apalagi sama cewek, loe mau minta apa dari gue supaya kita adil ??” lanjut Radit lagi. “Emh..” Arnet terlihat sibuk berpikir. “Berhubung gue ngga bisa main basket, dan guru gue selalu ngamuk ngamuk karena ngeliat permainan basket gue ngga bagus bagus dari dulu, jadi gue mau loe ngajarin gue main basket, gimana ?” kata Arnet setelah mendapatkan ide bagus. “Hah? Bisa sih.. tapi gimana juga caranya gue ngajarin loe?? Berdiri aja susah, mana bisa gue ngajarin loe sambil duduk di kursi roda kayak gini ??” tanya Radit agak bingung. “Ya ampuuun gitu aja bingung. Lagian siapa juga yang nyuruh loe jadi pelatih basket sambil duduk gitu ?? gue bakal nunggu..”
“Nunggu apaan maksud loe ?? nunggu gue sembuh ? bisa jalan ? gue kasih tau aja ya, yang ada loe bisa lumutan duluan nunggu gue bisa jalan lagi..”
“Ya.. makannya, loe terapy dong,, semakin sering loe terapy jalan kan, makin cepet juga loe sembuh.. trus bisa ngajarin gue deh.. kenapa ? takut ngga sanggup ya ??”
“Ngga sanggup ?? iih.. sorry aja ya.. gue sanggup kok. Loe tunggu aja..”
“Oke.. tapi gue masih belum percaya, loe kan hobi banget main kabur kaburan kalo udah jamnya terapy. Mulai besok, gue bakal temenin loe terapy. Supaya gue tau kalo loe serius sama omongan loe barusan.. gimana ??”
“Kalo yang itu sih terserah loe.. bukan urusan gue juga…”
“Yaa.. jadi urusan loe juga dong. Kalo tiba tiba gara gara ada gue di ruangan terapy, loe jadi gugup dan tambah susah jalan, kan gawat..”
“Ge’er !!!..”
Arneta lalu tertawa, dan Radit menyusul tertawa. Baru kali ini Arneta melihat cowok dingin itu tertawa. Tawa yang sangat lepas. Dan tawa itu juga yang membuat dua buah lesung pipi tepampang di wajahnya. “Dit..” kata Arnet tiba tiba. “Hh??” jawab Radit yang tidak terdengar seperti jawaban. “Udah berapa lama loe ngga ketawa ??”tanya Arnet akhirnya.
“Hampir 1 tahun..”

@ @ @

Sejak pagi itu Radit dan Arneta menjadi dekat. Entah mengapa. Radit begitu menyukai kepribadian cewek mungil itu. Sikapnya yang selalu ceria dan selalu berhasil mengundang tawa Radit, selalu membuatnya bahagia. Sudah hampir 3 bulan setelah pagi itu.
Siang itu, di koridor Rumah Sakit, Arnet melangkahkan kakinya secepat mungkin. Sudah hampir 1 minggu dia tidak menemani Radit di Rumah Sakit. Dia segera menuju taman. Tapi kakinya langsung melemas setelah melihat jam di pergelangan tangannya. “Udah hampir jam 2 siang.. Radit pasti udah balik ke kamarnya..” ucap Arnet pelan. Sudah terlalu siang bagi Radit untuk ada di taman ini. Tapi, tiba tiba,, “Arnet !!” seseorang memanggilnya. Arnet pun membalikkan tubuhnya dan,, “Ra.. Ra..Radit ??” jawab Arneta gelagapan. Mulutnya memang susah sekali terbuka. Dia benar benar tekejut saat melihat Radit yang sekarang sedang menuju ke arahnya. Dia.. dia masih tampan seperti biasanya. Tapi, percaya atau tidak, kali ini Radit berjalan tanpa dibantu oleh kursi roda atau siapapun. Meskipun jalannya masih sempoyongan, tapi kakinya sudah bisa digunakan lagi. Arnet benar benar terkejut. Tiba tiba cewek itu berlari memeluk Radit hingga cowok itu terjatuh. “Duh.. Net, seneng sih seneng tapi jangan tiba tiba jadi bulldozer gitu dong.. jalan aja masih sempoyongan, loe malah nabrak gue” kata Radit sembari berdiri dengan bantuan Arnet. “Eh.. maph maph deh.. gue ngga sengaja. Abis gue seneng banget ngeliat loe udah bisa jalan gini.. jahat loe !! kenapa ngga kabarin gue sih ?? sms kek’.. telpon kek’..payah..” kata Arnet setelah Radit berhasil berdiri. “Yee.. salah sendiri.. eh, udah berapa lama loe ngga kesini ?? 2 tahun ??” kata Radit bercanda.
Mereka langsung memilih tempat yang nyaman untuk mengobrol.
“Terus.. kapan loe bisa balik Dit ?? kan loe udah bisa jalan..”
“Kata dokter sih seminggu lagi gue dah boleh balik. Hhh.. rasanya ngga percaya banget gue bisa sekolah lagi.. bisa ke mol lagi.. main basket lagi.. tapi dokter bilang gue masih harus berobat jalan..”
“1 minggu lagi, berarti tanggal 16 kan ?? yaah. Berarti gue ngga bisa nganterin loe Dit..”
“Kenapa ??”
“Gue mau ke Amerika…”
“Amerika ?? untuk apa ??”
“Loe tau kan, penyakit gue tuh udah lumayan parah.. paling tinggal nunggu itungan bulan aja sampe gue lumpuh total.. Hhahaha, dan kemarin bokap gue iseng iseng buka internet, di sebuah website dia ngeliat pengobatan canggih di Amerika, ditanganin sama professor nya langsung loh.. paling ngga, kalo ngga bisa sembuh, dia bisa memperlambat penyebaran penyakit gue.. ”
“Net.. gue..”
“Radit.. radit udah deh jangan masang ekspresi aneh gitu.. gue aja biasa aja.. Lagi pula, liat deh..” ucap Arnet sambil menggenggam tangan Radit. “Tangan gue udah mulai susah ngegenggam sesuatu.. dan ini bikin gue kesiksa karena gue jadi ga bisa gambar..”
“Kalo loe udah ngga bisa genggem tangan gue… sini,, biar gue aja yang genggem tangan loe..”
Mereka saling berpandangan. Angin yang bertiup sekarang, seolah juga turut meniupkan aroma cinta di tengah mereka. Arneta lebih dulu menyadarinya. Mukanya seketika memerah dan.. “Apaan sih loe… lepas ah!! Malu di liatin orang..” katanya dengan eksprsi malu. “idih.. ge’er banget sih loe.. siapa juga yang mau pegang tangan loe.. kan cuma contoh.. lagian.. kayaknya tadi tangan gue deh yang sarafnya rusak.. bisa tiba tiba megang tangan loe gitu..” balas Radit tak kalah berbohong. Burung burung di ranting pohon seperti tertawa melihat mereka berdua yang sama sama gengsi mengakui apa yang mereka rasakan.

@ @ @

Malaikat Tak bersayap (part II)

@ @ @

Lab Biologi sudah terlihat mulai sepi. Hanya ada aku dan Daniel, teman 1 kelompokku yang sedang sibuk merapikan sisa sisa alat praktikum. Aku meraih sebuah tabung reaksi. Tapi aku langsung terperanjat saat menyadari tangan kiri ku tidak bisa menggenggam tabung itu. “Kenapa nih?? Kok semua sendi gue jadi lemes gini ??” kata ku. Aku menaruh tabung reaksi itu dan mulai berpegangan pada meja karena aku merasa akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi sebentar lagi. Aku mencoba untuk tenang dan berjalan ke arah pintu. Tapi saat aku berjalan aku merasakan kaki ku bergemetar hebat lalu semenit kemudian aku terjatuh. Daniel yang melihatku segera menghampiriku. “Net.. loe ngga apa apa kan ??” tanyanya. “Engga ko..tadi kesandung aja” jawabku berbohong. Aku memang tak ingin ada seorangpun teman ku yang mengetahui tentang penyakit ini. Daniel membantuku berdiri. Dengan menumpu pada bahu Daniel, aku berhasil berdiri, tapi tiba tiba aku merasakan serangan hebat di kepalaku. Rasa pusing itu tiba tiba saja datang dan akhirnya berhasil membuatku jatuh pingsan.
Aku membuka mata ku perlahan. Dan saat aku tersadar, aku sudah berada di ruangan di sebuah Rumah Sakit. “Hhh.. akhirnya kamu sadar juga.. Kamu udah buat Bunda cemas tau ngga??..” ucap Bunda sambil mengelus kepalaku lembut. “Arnet…Arnet.. cinta banget sih kamu sama rumah sakit ini?? Perasaan baru 2 minggu kemaren kamu di rawat,, udah masuk lagi..” canda kak Wasta, kakak pertamaku. Dia selengek’an, playboy, dan usil sekali. Sifatnya memang agak berbeda dengan saudara kembarnya, kak Rasta, kakak kedua ku. Kak Rasta lebih cenderung kalem, pendiam, dan agak tertutup pada orang yang tidak dekat dengannya. ( Apa kalau anak kembar itu, sifatnya harus selalu bertolak belakang 180 derajat ya?? ). Meskipun begitu, tetap saja aku masih sulit membedakan mereka walaupun umur kami hanya terpaut 2 tahun.
Aku hanya tersenyum kecut mendengar ledekan ka’ Wasta. Lalu lebih memilih untuk tidur. Lagipula sekarang, sudah terlalu siang untuk membuat sketsa sketsa baju di taman.
Pagi ini, terapi sudah selesai dari 1 jam yang lalu. Tapi, aku belum menemukan kegiatan yang bagus untuk aku lakukan. Aku melirik jam tangan biru ku, “jam 10 lewat 15.., pasti Radit udah ada di taman deh…” ujarku pelan. Lalu aku memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur, dan bergerak menuju taman. Hari ini aku merasa tidak memerlukan kursi roda. Aku masih sanggup berjalan, pikirku.
Tapi aku tertegun saat melihat taman sedikit sepi. Hanya ada bebrapa lansia dan anak anak kecil di sana. Aku tak menemukan Radit. Tepian kolam juga terlihat lengang. “Radit kemana ya?? Kok ngga ada??” tanyaku dalam hati. Tapi sudah terlanjur di taman. Kenapa aku tidak sekalian menikmati kesejukkan pagi ini saja ??. Ide yang bagus. Segera saja aku mencari tempat yang PeWe untuk memulai kegiatanku. Tapi baru saja aku duduk, aku melihat wanita yang kemarin mendorong kursi roda Radit berjalan ke arah tepian kolam bersama seorang suster. “Duuh.. kemana lagi si tuh anak. Setiap mau terapy jalan pasti main kabur kaburan kaya gini.. kan kasihan dokternya nunggu dia.. apa tuh anak ngga pengen sembuh ?? Hhh.. Radit.. Radit.. kenapa sih kamu jadi kayak gini..” ucapnya terdengar sampai ke telingaku. Aku yang kurang mengerti dengan pembicaraan mereka, berhenti memperhatikan mereka dan lebih memilih konsen dengan buku sketsa yang aku pegang sekarang.
Aku mulai membuka halaman baru di buku sketsa ku dan mulai menuangkan ide ide yang sudah sejak kemarin bergelayutan di otakku. Tapi baru 15 menitan aku memulainya, seorang anak kecil berusia 5 tahunan berteriak kepada ku. “Kak.. bisa tolong ambilin bola ku ngga ?? lempar aja ke sini… pliez dong…” ujarnya memohon. Aku hanya tersenyum dan menaruh buku sketsa ku di bangku taman. Lalu berjalan ke arah semak semak, tempat di mana bola itu terlempar. “Duh.. kok ga ada ya ??”. Aku sibuk mencari sehingga aku tak sadar sudah masuk kedalam semak cukup dalam. “Itu dia..” pekik ku. Aku segera ke luar dari semak entah dari arah mana. Yang jelas, aku harus secepatnya keluar, karena kalau sampai beberapa menit lagi aku tidak keluar dari tempat gelap ini, badanku bisa gatal gatal. Tapi.. “Auww..” kepalaku terbentur sesuatu saat muncul keluar.
“Radit ??” tanyaku spontan saja saat melihat cowok yang dari tadi ingin sekali kutemui. Cowok itu sedikit kaget dan membantuku berdiri.
“Nagapain sih lo di dalem sana ?? sejak kapan ada sesuatu yang bagus di dalam semak semak ??”
“Oh.. engh..emh.. itu.. tadi..ah.. udah lah lupain ajah.. susah ngejelasin nya..”
“Yah.. terserah loe lah. Bukan urusan gue juga..” jawabnya kembali terdengar dingin.
“Eh.. Dit.. Tadi gue liat nyokap loe sibuk nyari loe tuh..”
“Bukan urusan loe..”
“Emang sih.. bukan urusan gue, tapi kalo loe ilang terus ada polisi yang dateng ke sini, dan introgasi semua orang yang ada di Rumah Sakit ini termasuk gue..dan..”
“Stop.. stop .. apaan sih loe ?? imajinasi loe tinggi banget sih. Pusing gue dengernya..”
“Hhha.. ”
“Apanya yang lucu ??!”
“Loe mungkin orang ke seribu yang bilang imajinasi gue tinggi banget..”
“Dasar.. cewek aneh..”
“Eh.. sana gih.. terapy. Kasian tau nyokap loe panik nyariin..”
“Udah gue bilang bukan urusan loe kan??!”
“Ouh.. gue tau. Loe takut yah di terapy ??! Hhaha.. badan doang yang gede. Di terapy gitu aja langsung maen umpet umpetan kayak gini.. Payah..”
“Sok tau.. gue ngga pernah takut. Apa lagi cuman sama terapy kayak ginian. Gue cuma mikir aja, buat apa gue terapy ?! gue tuh ngga akan bisa jalan lagi.. Buang buang waktu doang. Lagi pula, ini semua tuh pantes buat gue.. mungkin ini balesan dari Tuhan.. Karena.. Karena.. ah.. ngapain gue certain ini ke loe ??! loe ngga bakal pernah ngerti !!”
“Ye.. loe sendiri yang mulai.. nih ya gue kasih tau, kalo ngga mau cerita, ngga usah sekalian. Jangan sepotong sepotong kayak gini.. Bikin orang penasaran aja..”
“Udah lah.. percuma.. loe ngga akan ngerti. Cuman orang yang punya penyakit kayak gue gini yang baru bisa ngerti. Jadi,” omongan Radit terhenti saat ka’ Rasta datang menghampiri ku dan mengajakku kembali ke kamar. “Uuuh.. dasar. Udah kakak cariin kemana mana, ngga taunya di sini.. udah siang.. Balik ke kamar yuk. Dari pagi kan kamu kan belum makan..”katanya sambil meraih tanganku. Aku hanya mengangguk dan menyudahi pembicaraan ku dengan Radit.

@ @ @

“Dit..Dit.. kamu tuh mau sampe kapan sih begini ?? kapan kamu bisa sembuh kalo kayak gini terus. Kamu ngga pengen apa, cepet cepet balik ke sekolah ?? kamu ngga pengen apa cepet cepet ketemu sama temen temen kamu ?? Radit.. om Richard kasih tau ke kamu yah.. kematian Syta itu bukan karena kesalahan kamu..Lagipu..” ucapan Dokter Richard terhenti saat tiba tiba Radit memotong pembicaraannya. Ternyata dokter Rhicard itu adalah om nya Radit.
“Cukup om.. cukup. Jangan sebut sebut nama dia lagi. Aku kan udah sering bilang, kalo nyebut nama dia sama aja bikin ingatan ku tentang kecelakaan itu terus terusan ke ulang..”
“Om tau Dit.. tapi pengecut rasanya kalo cuman gara gara hal itu, kamu ngga pernah mau terapy lagi.. Om cuman jadi inget aja sama seorang pasien om. Usianya ngga beda jauh sama kamu. Mungkin hanya beda 1 sampai 2 tahun lebih muda dari kamu. Cuman, dia perempuan. Badannya emang jauh lebih kecil dari kamu. Tapi semangatnya itu loh,, yang bikin om ngacungin 2 jempol.. bahkan 10 jempol kalo om punya.. ”
“Segitu nya kah ??! Om Richard kan biasanya suka ngelebih lebihin..”
“Mungkin kalo kamu cuma denger dari om, kamu ngga akan percaya. Tapi kalo kamu ketemu langsung.. kamu mungkin bisa lebih kagum daripada om…”
“Yakin banget sih..”
“Dit.. para dokter termasuk om udah memvonis dia terserang penyakit syaraf sejak 2 tahun lalu.. penyakit yang sangat parah bahkan untuk remaja seusia dia.. penyakitnya ngga akan bisa di sembuhkan. Walaupun dia ikut terapy beberapa ratus kali sekalipun. Terapy di Rumah Sakit ini hanya untuk menghambat laju kerusakan syaraf di tubuhnya.. tapi om belum pernah liat dia putus asa, apalagi menangis. Mungkin, dia nangis cuma gara gara terapy yang kadang kadang bikin dia kesiksa..Para dokter termasuk om betul betul kagum sama dia. Mungkin, kalo kami ngga tau secara langsung, dia mengidap penyakit seganas itu, kami pun ngga akan percaya, gadis seceria dia menyimpan penyakit yang udah ngga bisa di sembuhin lagi..”
Radit masih terlihat acuh tak acuh. Dia menganggap, kali ini om nya lagi lagi berbohong. Hatinya masih terlalu beku untuk semua perkataan om nya. “Oh ya ??” tanyanya sinis.
“Terserah kalo kamu ngga percaya. Ngga ada ruginya buat om.. Tapi, kalo kamu mau cari tau, nama cewek itu Arneta. Dia di rawat di kamar 202 di Ruang Teratai..”
Kali ini Radit tertegun. Bahkan dia masih terlalu sulit mempercayai telinganya sendiri yang beberapa detik lalu mendengar nama Arneta. Kepalanya masih sibuk berpikir. Apakah Arneta yang di maksud om Rhicard adalah gadis yang beberapa hari ini tak henti mendekatinya. Tapi, yang namanya Arneta kan ngga mungkin cuma satu, begitu pikirnya.
“Ya sudah.. kalo kamu masih susah percaya. Om mesti balik lagi ke ruangan. Jam setengah 4 mau ada rapat. Inget jangan bikin mama mu susah lagi. Kasian.. dia repot banget ngurusin kamu. Sama aja kayak ngurusin balita umur 3 tahun..” canda dokter tampan itu. Radit hanya tersenyum. Bibirnya masih terlalu kaku untuk tertawa sejak
beberapa bulan lalu.

@ @ @

Radit menggerakkan kursi rodanya ke arah taman. Entah kenapa semenjak kecelakaan itu terjadi, dan semenjak dokter memvonis dia tak akan bisa lagi berjalan untuk waktu yang lama, dia sangat menyukai tempat ini. Begitu tenang. Tapi tangannya tiba tiba berhenti memutar roda, dan kursi roda itupun otomatis berhenti berjalan. Itu semua terjadi karena cowok itu melihat sebuah buku sketsa lengkap dengan pensilnya yang ada di atas bangku taman. Radit mendekatinya dan meraih buku itu. Rasa penasaran membuatnya mebalik lembar demi lembar dalam buku itu dan melihat berbagai macam rancangan model baju yang menurutnya cukup keren. “Punya siapa nih??” tanyanya pelan. Tapi, tangannya terhenti pada lembar terakhir. Pada lembar itu ada sebuah sketsa baju yang belum terselesaikan, dan di bawahnya ada sebuah nama, lengkap beserta tanda tangannya. Lebih teliti Radit melihat nama itu dan.. “A r n e t a .A”…. “jadi ini punya cewek aneh itu..” katanya lagi.
Radit menunggu cewek itu berjam jam. Tapi sepertinya hari ini cewek itu tak akan datang. Baru kali ini dia begitu berharap. Apalagi untuk kedatangan seorang cewek. Akhirnya dia memilih untuk kembali ke kamar.

@ @ @

Esoknya pagi pagi sekali Radit memutuskan untuk berjalan jalan di taman. Tapi, di tengah perjalanannya, dia melihat Arneta dari kejauhan. “Akhirnya.. gue bisa balikin buku ini ju..”kata kata Radit terhenti saat menyadari bahwa Arneta keluar dari kamar 202. Ternyata memang betul, Arneta atau gadis yang om Rhicard maksud itu sama dengan cewek yang sudah beberapa hari ini mengganggunya. “Ngga mungkin… jadi ternyata.. dia..dia yang kena penyakit mematikan itu ??” lanjutnya lagi. Radit pun mengurungkan niatnya untuk mengembalikan buku itu. “Gue bakal balikin buku ini besok..” lanjutnya lagi.

@ @ @

Malaikat Tak bersayap (part I)

Malaikat tak Bersayap

Aku memaksakan tubuhku yang tak kuat lagi berjalan. Ya.. ini semua kulakukan untuk bundaku. Dia terlihat sangat cemas. Padahal terapi ini sudah yang ke 14 kalinya. Tapi tetap saja, dia yang paling terlihat tidak siap, saat melihat dokter dokter itu menyiksaku. (Maaf ya om dokter..hhaha, aku Cuma bercanda kok).
Nama ku Arneta Anastasia. Orang orang biasa memanggilku Arnet. Aku anak ke 3 dari 3 bersaudara. 2 kakak laki laki ku terlahir kembar. Yah.. keberadaan mereka terkadang menjadi keberuntungan sekaligus musibah untukku. Hhaa.. ya..mungkin salah satunya karena wajah lumayan keren yang mereka miliki. Banyak kakak kelas perempuan yang menyerbu ku ketika pertama kali aku masuk SMA. Mereka bergantian mengorek informasi tentang ke2 kakakku. Tapi, untungnya aliran sogokkan berupa coklat, permen dsb yang mereka limpahkan padaku demi informasi informasi yang ku berikan tak pernah berhenti mengalir (Lumayan.. itung itung coklat dan permen gratisan…hhhe). Hhh repotnya... . Ups.. aku telalu panjang bercerita ya??
Aku menghela nafas ku panjang. Hh..lagi lagi disini. Lagi lagi saat di ruangan inilah aku melenyapkan semua impian ku untuk menjadi designer terkenal dan mempunyai boutique suatu saat nanti. Aku meremas kertas, yang sebelumnya sudah aku gambari sebuah rancangan gaun pengantin. Karena aku sadar, aku tak berhak mempunyai impian seindah itu. Itu semua tak akan pernah menjadi kenyataan bahkan saat aku belum sempat memulainya.
2 tahun lalu dokter memberitahu ku bahwa aku positif terserang Gulian Bare Syndrom. Mungkin banyak dari kalian yang bertanya, penyakit semacam apakah yang menyerang tubuhku ini, yang mampu membuat semua impianku gugur begitu saja? Gulian Bare Syndrom atau yang biasa disingkat GBS adalah sebuah penyakit yang menyerang system syaraf manusia secara bertahap. Mula mula dia akan menyerang kaki, sampai aku sulit berjalan, sampai akhirnya menyerang system pernafasanku hingga akhirnya aku sulit bernafas dan akan mati. Tragis memang kedengarannya. Aku pun awalnya sulit menerima semua ini. Tapi akhirnya orang orang sekeliling dapat menyadarkanku bahwa tidak ada gunanya jika aku terus menyesali sesuatu yang tidak akan hilang sekalipun aku mengeluarkan semua air mata yang aku punya. Yang terpenting adalah bagaimana aku menggunakan sisa waktu yang aku milikki untuk membantu orang lain dan memberikan kenangan yang terindah tentangku bagi mereka.
Sebuah ajakan suster menyadarkanku kembali ke dunia nyata. “Arnet, ayo kita ke ruang terapi.. Dokter Richard udah nunggu kamu manis..” ucap suster yang mungkin usianya sudah sekitar 25 tahunan. Selain cantik, dia juga sabar sekali merawatku saat terapi sedang berlangsung. Dia mendorong kursi roda yang aku duduki. Sesekali kami mengobrol tentang sekolahku, teman temanku dan bahan pembicaraan menarik yang lain.
Aku sampai diruang terapy dan terlihat seorang pria berusia 27 tahunan yang berdiri ditengah ruangan itu. Jika bukan karena wajahnya yang tampan dan suaranya yang lembut, aku tak akan rela di terapy olehnya. Karena semua terapy terapy itu selalu berhasil mebuatku menangis hingga sesegukan.
Terapy selesai setelah kurang lebih setengah jam. “ Suster, bisa tinggalin aku sendiri kan?? Aku lagi mau cari ilham nih, buat desain baju yang mau aku buat..” ucap ku pada suster Rita setelah ia mengantarku ke taman Rumah Sakit. Dia tersenyum padaku lalu sedetik kemudian berjalan meninggalkanku.
Animasi animasi ku mulai berkembang sejalan dengan goresan goresan pensil di buku sketsa yang aku pegang. Tanganku berhenti seketika saat melihat cowok seumuranku yang juga duduk di kursi roda tak jauh dari tempatku duduk. Seorang wanita setengah baya yang mungkin ‘ibunya’ mendorong kusi rodanya sampai ke tepi kolam ikan, lalu berlalu meninggalkannya.
Aku melihat jam tangan mickey mouse-ku. “jam 10 lewat sedikit” gumamku. Cowok itu memang selalu muncul jam segini. Aku hafal karena aku selalu melihatnya saat aku melukis ditaman Rumah Sakit ini. Tapi anehnya, raut mukanya selalu sama sejak pertama kali aku melihatnya ditaman ini sekitar 4 bulan yang lalu. Murung.
Dilihat dari postur tubuhnya, terlalu bertolak belakang dengan kursi roda yang sekarang ia duduki. Dia tinggi. Dengan kulitnya yang putih bersih membuatnya tertlihat keren. Hhaa dan itu salah satu alasannya mengapa aku selalu memperhatikannya. Tangannya terlihat memegang sebuah bola basket orange. Tapi semenit kemudian, dia terlihat mendribel bola basketnya ke tanah. Aku sempat merengut melihat tindakannya itu. Apa tidak sulit mendribel sebuah bola basket dengan posisi duduk di kursi roda seperti itu? Tanyaku dalam hati. Tapi lamunanku terhenti saat aku sadar bola itu sekarang sedang menuju ke arahku. Lalu sedetik kemudian mendarat di kepalaku. “auuw…!!!” teriakku sepontan. Aku memang duduk tak jauh darinya, tapi aku tak pernah menyangka bola itu akan menyinggahi kepala ku. Tidak adil. Bola itu menyerangku dalam keadaan ku yang agak lemah seperti ini, sehingga aku tidak sempat menghindar. Untungnya tidak kencang.
Aku mengusap kepala ku yang sekarang agak terasa nyut nyut-an. Lalu meraih bola basket itu yang jatuh tak jauh dari kursi rodaku. Aku menoleh ke arah cowok itu. Dia melihatku tanpa ekspresi lalu menjulurkan tangannya. Maksudnya mungkin untuk meminta bola basketnya. Baru saja aku mengambil ancang ancang untuk mengembalikan bola itu, wanita tadi yang mengantarnya, kembali dan segera mendorongnya kembali ke kamarnya. “Yah… terus gimana balikin bolanya nih?? Besok kan gue udah boleh pulang??..” tanyaku sendiri seperti orang gila.

@ @ @

“Jam 10 pas.. kok dia belum keliatan juga ya ??..” ucapku pelan. Hari ini aku sudah tidak lagi memerlukan kursi roda. Kondisiku sudah lebih baik dari kemarin. “ah.. akhirnya tu cowok dateng juga..” lanjutku setelah melihatnya datang dan duduk sama persis di tempat kemarin pagi, yaitu tepi kolam ikan. Aku berjalan mendekatinya dan duduk tepat diatas kursi taman yang ada disebelah kursi rodanya. Hari ini dia memakai sebuah kaus krem putih garis garis yang membuatnya terlihat semakin keren.
“hai…” ucapku memulai pembicaraan. “hai..” jawabnya malas malasan. Aku mulai berfikir, dia sepertinya agak jutek. “Nih bola basket loe.. kemaren sempet namu ke kepala gue..” ucapku bercanda. Aku sedikit tertawa. Tapi tawaku terhenti saat cowok itu tak menyambut tawaku. Dia malah asyik mengambil bola itu dari tanganku. “Sorry..gue ngga sengaja” jawabannya yang singkat itu sempat membuatku sedikit menganga. “Nama gue Arneta.. gue juga pasien di Rumah Sakit ini. Tapi, hari ini gue udah boleh pulang..” lanjutku tak putus asa memulai pembicaraanya dengannya. “Gue Radit..” jawabnya singkat dan lagi lagi tak lebih dari 5 kata. “Gila nii cowok pelit amat ngomong doang.. gue curiga jangan jangan, dia ngerasa kalo ngomong itu bayar pake duit kali ya? Hhh..” ucapku dalam hati. Aku mulai memperhatikannya sama seperti hari hari sebelumnya. Namun kali ini, aku berada dekat sekali dengannya. Bayangkan, tak lebih dari 10 cm. Tapi anehnya dia cuek sekali walaupun aku jelas jelas memandanginya dari jarak sedekat itu. Aku mulai tertegun saat lebih dalam memperhatikan cowok itu. Ternyata, sikapnya yang sedikit dingin padaku, tak mampu mebuat rasa kagum ku padanya menghilang. Tapi tiba tiba Bunda memanggilku dari depan pintu kamar. “Arnet !!!.. pulang yuk sayang.. Ayah udah nunggu dari tadi loh..” panggil bunda ku. Aku mulai bangkit dari tempat duduk ku. Mungkin kalau Bunda tak mengajakku pulang, aku tak akan berhenti memandanginya seharian. “emh..Ra.. Radit.. gue balik duluan yah..” ucapku. “Iyah.. makasih..” jawabnya sambil mengangguk. Tapi pandangannya tak lepas dari bola basket yang dari tadi asyik dia mainkan.

@ @ @

pesan pesan

aduuuuuuuuuh,
parah banget deh,
masa' gua lupa nyatet lanjutannya cerita Guardian Angel.
jadi, kayanya, untuk endingnya gua pending dulu deh .. hahaha

gua malah lagi menggebu gebu buat publikasiin (publikasiin ?? halah sok resmi deh gue -__-) cerpen, novelet, entah apa deh namanya yang gua tulis sekitar tiga tahun yang lalu .
Judulnya "malaikat tak bersayap".
ntu cerita udah ngalamin gonta ganti judul berapa kalii gitu , sampe akhirnya pas kelas 11 kmaren, di buat film pendek buat tugas akhir b. indonesia,
ya udah deh, judul terakhir yang ngga begitu komersil itulah yang di pilih hahaha

gua dapet inspirasinya dari mamah tercinta.
Waktu nyokap cerita tentang anak dari temennya yang kena penyakit parah di usianya yang masih muda.
Padahal, dia punya banyak impian yang belum dia wujudin,
dari situ gua dapet inspirasi nya,
gua juga jadi punya empati yang gede banget buat anak temen nyokap gua ituu,
dia anak perempuan yang usianya lebih muda dari gua,
tapi, pas ceritanya selesai,
dia udah di panggil Allah ,
sedih banget dengernya,
tapi,, itukan udah takdir .
Menurut yang pernah gua denger, jodoh, lahir, kematian udah di catet di buku hariannya malaikat izroil.. hhe
ya udah deh,, gua cuman bisa ngucapin selamet jalan yahh,,
semoga sisa impian nyah bisa di wujudin di sisi Allah.. amiin C:
pokoknya, cerpen gua juga gua dedikasiin buat diaaaa .
makasih udah ngasih gua banyak pelajaran hidup dan inspirasi.

maaf jadi curcol,,
wokkee deh,,
langsung aja yeaaah,,
gua bagi jadi 5 part,,
baca yoooo ,

Saturday, September 12, 2009











"you look so handsome in my imagination" .Starlight Tears(English Translation).
"i see you even when i close my eyes".
xD

perubahan yang meyedihkan

suatu ketika dimana aku benar benar menginginkan sesuatu
di titik dimana aku merasa hidup itu begitu aman dan menyenangkan
di saat di mana aku merasa bahwa sebuah proses itu sangat penting untuk awalan dan sangat menentukan sebua akhiran

keindahan yang semu
kenyamanan yang maya
memang membuatku berhasil tertipu
memang membuatku menyadari bahwa begitu banyak hal yang tidak ku ketahui

ketika ketulusan itu datang
ketika harapan itu mengunjungiku untuk pertama kalinya
ketika rasa bahagia itu datang karena aku merasa lebih istimewa
dan ketika semua mimpi indah itu datang di setiap tidur malamku
membuat ku merasa beruntung dan lebih spesial

ketika waktu yang terus berlalu
ketika perjuanganku di mulai untuk selalu berharap
ketika aku merasa bahwa menunggu itu tak lagi semenyenangkan dulu
dan kerika aku merasa bahwa janji nya tak akan pernah jadi nyata

semua terbayar saat perubahan itu ku ketahui
ketika patung es itu mencair
dan meninggalkan tetesan air buram yang tak lagi menyejukkan
meninggalkan rasa sesal atas semua harapan yang telah terlanjur tercipta

suatu ketika di mana aku tak mempercayai telingaku
suatu saat dimana fakta itu belum cukup untukku
belum cukup untuk menjadi alasanku
untuk melepas semua harapan itu.

tapi apakah aku juga harus meragukan penglihatan ku ?
semua yang tergambar jelas di setiap sudut pandangan ku
semua yang terlukis dengan sangat menyedihkan di setiap kedipan mataku
dan semua yang berhasil membuatku terluka atas semua itu.


menghancurkan semua mimpi yang ada
merusak semua harapan yang sudah tercipta

yah .
aku memang TERLUKA
luka pertama dan kuharap untuk terakhir kalinya juga
sebuah luka atas sebuah penghianatan berat
sebuah luka yang mengajarkanku bahwa jangan pernah mempercayai sesuatu yang tak berhak kau percayai

tapi luka itu sudah pergi sekarang
membuatku merasa puas karena semua yang telah menyadarkanku
Bahwa Aku tak Lagi Membutuhkan Patung es itu
bahwa aku akan mencari penjaga lain
bahwa aku sudah bangkit dan berani bermimpi LAGI.
Bermimpi bahwa suatu saat, cinta sejatiku akan datang
dan menghampiriku
terbungkus dengan cara yang indah .
Aku percaya itu 24807.